Bangka Barat Perlu PPNS Perdagangan

ANTARA BABEL, MUNTOK – Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, memerlukan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sektor perdagangan untuk memproses pelaku pasar yang melanggar hukum.

“Sampai saat ini kami tidak memiliki PPNS sehingga tidak memiliki kewenangan untuk menindak pelaku pasar yang merugikan konsumen,” ujar Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM[i] Kabupaten Bangka Barat Rukiman di Muntok, Selasa.

Ia mengatakan, pelaku pasar seperti agen, distributor, subagen hingga pedagang pengecer tidak semuanya memahami aturan perdagangan sehingga sering kali merugikan konsumen.

Menurutnya, para pelaku perdagangan ini bahkan sering kali secara sengaja melakukan praktik ilegal untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

“Sebagai contoh menaikkan harga jauh di atas HET[ii], menjual barang kedaluwarsa, mengurangi berat barang, memanipulasi alat penimbang dan banyak lagi praktik lain yang biasa digunakan untuk mengeruk keuntungan sendiri,” kata dia.

Dari berbagai praktik pelanggaran hukum itu, selama ini pihaknya tidak bisa menindak karena belum adanya pegawai yang khusus melaksanakan tugas tersebut.

“Paling-paling kami hanya memberikan imbauan kepada pelaku, setelah beberapa lama praktik tersebut terulang kembali,” katanya.

Untuk mengatasi hal itu, kata dia, pihaknya memberikan imbauan dan teguran kepada pelaku pasar yang nakal, jika masih berlanjut, maka pihaknya bersama dengan legislatif memanggil pelanggar itu dan membuat perjanjian untuk tidak mengulangi kesalahannya.

“Jika pernyataan itu tetap dilanggar, kami laporkan mereka ke Polisi untuk dilakukan penindakan dan proses hukum lebih lanjut,” kata dia.

Ia berharap ke depan permasalahan ini segera diatasi dengan merekrut pegawai untuk dijadikan PPNS di Disperindagkop dan UKM dan tidak dialihtugaskan ke dinas lain.

“Perlu komitmen kuat untuk mewujudkan hal itu demi terjaminnya hak konsumen atau masyarakat Bangka Barat secara keseluruhan,” kata dia.

Sumber Berita:

antarababel.com – Selasa, 7 Januari 2014

Catatan:

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) merupakan penyidik yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu, bukan tindak pidana umum yang biasa ditangani oleh penyidik Kepolisian.

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa, yang dimaksud dengan PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Penyidikan tindak pidana dalam bidang kehutanan dapat dilakukan oleh PPNS pada Kementerian Kehutanan sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Penyidikan tindak pidana dalam bidang telekomunikasi dapat dilakukan oleh PPNS pada Kementerian Komunikasi dan Informatika sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. PPNS pada Kementerian Perhubungan atau Dinas Perhubungan di Tingkat Provinsi dapat melakukan penyidikan tindak pidana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya.

Tentang penyidik dan penyidikan sendiri, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (biasa disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP), ditentukan bahwa:

  1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 angka 1);
  2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2).

 

Pada dasarnya, setiap penyidikan harus mengacu pada ketentuan KUHAP, dan dalam melaksanakan kewenangannya, PPNS harus berkoordinasi dengan penyidik Kepolisian. Untuk mengatur kewenangan PPNS diterbitkanlah Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, tentang PPNS sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah (Perda PPNSD).

Menurut Pasal 1 angka 6 Perda PPNSD, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Kabupaten Bangka Barat, yang diberi wewenang khusus oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.

Wewenang PPNSD di Kabupaten Bangka Barat diatur secara khusus dalam masing-masing peraturan daerah. Dalam Pasal 86 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah diatur mengenai wewenang PPNSD untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam bidang perpajakan daerah. Demikian juga dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 19 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, yang mana ketentuan penyidikan tindak pidana bidang retribusi pemakaian kekayaan daerah diatur secara khusus dalam Bab XIII.

Dalam hal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum tidak mengatur secara tegas kewenangan PPNSD dalam melakukan tindakan penyidikan, Pasal 4 Perda PPNSD mengatur wewenang yang dimiliki PPNSD yang meliputi:

  1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
  2. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian;
  3. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
  4. melakukan penyitaan benda atau surat;
  5. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
  6. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
  7. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
  8. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; dan
  9. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

PPNSD tidak berwenang melakukan penangkapan atau penahanan, dan dalam pelaksanaan tugasnya, PPNSD berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 


[i] Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Bangka Barat, terdapat 12 (dua belas) dinas di Kabupaten Bangka Barat, salah satunya adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang mempunyai tugas melaksanakan urusan di bidang perindustrian, perdagangan, koperasi dan usaha kecil menengah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

[ii] HET adalah akronim dari Harga Eceran Tertinggi, yaitu batas tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap harga barang yang dijual secara eceran kepada masyarakat (konsumen). Dengan adanya HET, produsen dilarang menjual barang kepada konsumen dengan harga melebihi HET. Dalam teori ilmu ekonomi, kebijakan penetapan harga eceran tertinggi (ceiling price) dimaksudkan untuk melindungi konsumen. Lawan dari harga eceran tertinggi adalah harga eceran terendah (floor price), yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada produsen.