Realisasi Pajak Daerah Pangkalpinang Tembus 73,47 Persen

https://www.pajak.com/

BANGKAPOS.COM, BANGKA – Realisasi pajak daerah Kota Pangkalpinang hingga saat ini telah mencapai angka Rp87.541.973.261 atau 73,47 persen dari total target sebesar Rp119.150.000.000.

Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kota Pangkalpinang, Muhammad Yasin, mengungkapkan optimisme bahwa target tersebut dapat tercapai, bahkan melebihi target, hingga akhir tahun 2024.

“Melihat perkembangan yang ada, kami optimis bahwa target pajak daerah ini akan tercapai. Kami akan terus mendorong optimalisasi di sektor-sektor yang potensial, sehingga tidak menutup kemungkinan realisasi pajak bisa melebihi target yang telah ditetapkan,” ungkap Yasin kepada Bangkapos.com, Jumat (4/10/2024).

Berdasarkan data Bakeuda, terdapat lima sektor pajak dengan persentase capaian tertinggi. Pajak air tanah mencatat realisasi sebesar 83,44 persen atau Rp250.329.713 dari target Rp. 300.000.000. Sementara itu, pajak dari PBJT jasa perhotelan terealisasi sebesar 80,73 persen atau Rp4.036.341.726 dari target Rp5.000.000.000.

“Realisasi tertinggi kami lihat dari pajak air tanah, dan jasa perhotelan. Ini adalah indikator baik, mengingat sektor ini menunjukkan potensi besar dalam menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) kita,” tuturnya.

Berikut daftar lima pajak daerah dengan persentase capaian tertinggi:

  1. Pajak Air Tanah – Realisasi 83,44 persen dengan nilai Rp250.329.713 dari target Rp300.000.000.
  2. PBJT Jasa Perhotelan – Realisasi 80,73 persen dengan nilai Rp4.036.341.726 dari target Rp5.000.000.000.
  3. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPTHB) – Realisasi 77,12 persen dengan nilai Rp19.124.534.575 dari target Rp24.800.000.000.
  4. PBJT Makanan dan Minuman – Realisasi 76,72 persen dengan nilai Rp19.946.087.088 dari target Rp26.000.000.000.
  5. PBJT Jasa Parkir – Realisasi 75,15 persen dengan nilai Rp338.164.317 dari target Rp450.000.000.

Selain itu, pajak restoran juga mencatatkan realisasi yang cukup baik, yakni Rp19.946.087.088 atau 76,72 persen dari target Rp26.000.000.000.

Pajak penerangan jalan, salah satu penyumbang terbesar, telah mencapai Rp27.303.156.350 atau 72,81 persen dari target Rp37.500.000.000. Sementara pajak bumi dan bangunan (PBB-P2) telah terealisasi sebesar Rp11.526.469.197 atau 67,80 persen dari target Rp17.000.000.000.

Di sisi lain, pajak hiburan baru mencapai Rp1.854.338.658 atau 61,81 persen dari target Rp3.000.000.000, dan pajak gedung walet hanya berhasil terealisasi sebesar Rp21.834.260 atau 21,83 persen dari target Rp100.000.000.

Yasin juga menyebutkan, salah satu upaya yang dilakukan Bakeuda untuk mencapai target ini adalah dengan terus mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, baik melalui sistem daring maupun langsung.

Dengan upaya ini, Yasin yakin target pajak daerah sebesar Rp119.150.000.000 akan tercapai sebelum akhir tahun, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil di Pangkalpinang.

“Kami mengimbau masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dalam pemenuhan kewajiban pajak, karena pajak daerah merupakan salah satu sumber penting dalam pembangunan Kota Pangkalpinang,” pungkasnya.

Pajak Mineral Nol Persen Sementara itu, pajak mineral tercatat dengan angka nol persen, namun ini disebabkan oleh tidak adanya target yang ditetapkan untuk sektor tersebut pada tahun 2024.

Bakeuda memastikan bahwa sumber pendapatan dari sektor lain akan dimaksimalkan untuk menutupi kekosongan dari sektor ini. (Bangkapos.com/Andini Dwi Hasanah)

 

Sumber berita:

  1. tribunnews.com, Realisasi Pajak Daerah Pangkalpinang Tembus 73,47 Persen, Bakeuda Yakin Target Terpenuhi Tahun Ini, 4 Oktober 2024; dan
  2. tribunnews.com, Realisasi Pajak Daerah Kota Pangkalpinang Capai 73,47 Persen, Bakeuda Optimis Lampaui Target, 4 Oktober 2024.

 

Catatan:

  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, yang mengatur sebagai berikut:
    a. Pasal 1 Angka 35, yang menyatakan bahwa Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
    b. Pasal 285 Ayat (1), yang menyatakan bahwa Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:
    1. Pendapatan Asli Daerah meliputi:
    a. pajak daerah;
    b. retribusi daerah;
    c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
    d. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.
    2. pendapatan transfer; dan
    3. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
    c. Pasal 86:
    1. Ayat (1): Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaan di Daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.
    2. Ayat (2): Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-undang.
    3. Ayat (3): Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (1) huruf a angka 3 dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (1) huruf a angka 4 ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengatur sebagai berikut:
    a. Pasal 1:
    1. Angka 33: Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.
    2. Angka 34: Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman.
    3. Angka 35: Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan Bumi dan di bawah permukaan Bumi.
    b. Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa Pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota terdiri atas:
    1. PBB-P2;
    2. BPHTB;
    3. PBJT;
    4. Pajak Reklame;
    5. PAT;
    6. Pajak MBLB;
    7. Pajak Sarang Burung Walet;
    8. Opsen PKB; dan
    9. Opsen BBNKB.
    c. Pasal 5:
    1. Ayat (1): Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e serta Pasal 4 ayat (2) huruf a, huruf d, huruf e, huruf h, dan huruf i merupakan jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah.
    2. Ayat (3): Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain adalah surat ketetapan pajak daerah dan surat pemberitahuan pajak terutang.
    d. Pasal 38 ayat (1) yang menyatakan bahwa Objek PBB-P2 adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
    e. Pasal 40:
    1. Ayat (1): Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP.
    2. Ayat (2): NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2.
    3. Ayat (7): Besaran NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah.
    f. Pasal 41:
    1. Ayat (1): Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5% (nol koma lima persen).
    2. Ayat (2): Tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya.
    3. Ayat (3): Tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Perda.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur, Pasal 4 yaitu pada:
    a. Ayat (1): Saat terutang Pajak ditetapkan pada saat orang pribadi atau Badan telah memenuhi syarat subjektif dan objektif atas suatu jenis Pajak dalam I (satu) kurun waktu tertentu dalam masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan Daerah.
    b. Ayat (2): Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri Wajib Pajak atau menjadi dasar bagi Kepala Daerah untuk menetapkan Pajak terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah.
    c. Ayat (3): Masa Pajak yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
    d. Ayat (4): Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
    e. Ayat (5): Ketentuan lebih lanjut mengenai masa Pajak, Tahun Pajak, dan bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perkada.

Download PDF