Pembangunan merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Ketika membicarakan pembangunan maka harus memperhatikan pula ketersediaan lahan pengembangan. Tanah yang dimiliki maupun dikelola oleh seseorang tentunya akan dilekati suatu hak yang diakui dan dijamin statusnya oleh negara. Namun dalam hukum nasional juga mengakui bahwa hak atas tanah bukanlah hak yang sebebas-bebasnya, melainkan hak yang akan dibatasi oleh kepentingan umum. Dalam hal ini yang dapat membatasi hak tersebut adalah negara sebagaimana diberikan kekuasaan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Staatgrundgesets pada pasal 28 J ayat 2 yang menyatakan bahwa negara dapat membatasi hak seorang warga negara dalam bentuk undang-undang, dari hal ini dapat kita katakan hak perseorangan khususnya dalam menguasai suatu tanah dapat dialihkan oleh negara atas dasar kepentingan umum.
Penerapan fungsi sosial hak atas tanah melalui kebijakan pengadaaan tanah sering sekali menimbulkan masalah di masyarakat. Istilah “demi kepentingan umum” dijadikan tameng baik oleh pihak pemerintah maupun pengusaha untuk memperoleh keuntungan pribadi. Bagi masyarakat sendiri kebijakan pemerintah dianggap sebagai upaya untuk menggerogoti tanah-tanah milik rakyat karena pelaksanaannya dinilai kurang memihak hak-hak rakyat sebagai pemegang hak atas tanah asal.
Banyak contoh kebijakan pengadaan tanah yang berakhir menjadi kasus pidana. Di lingkungan BPK RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sendiri, salah satu entitas pemeriksaannya pernah melakukan pengadaan tanah yang diketahui pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan, dimana pihak pemerintah daerah melakukan pemahalan harga pada objek pengadaan tanah dan diketahui bahwa panitia pengadaan tanah tidak dibentuk sesuai peraturan.
Memang harus diakui suatu kesulitan untuk menetapkan besaran ganti kerugian yang layak, terutama di negara-negara berkembang karena tidak dapatnya pemerintah mengontrol harga-harga tanah di masyarakat, lebih-lebih sangat berfluktuasi sekali akibat pengaruh dari luar, terutama di kota-kota besar. Pengaruh-pengaruh itu seperti, areal tanah tetap, permintaan tinggi, demikian pula pengaruh dari urbanisasi, karena prasarana yang lebih baik, lingkungan yang lebih bagus, dan dari rangsangan pemerintah, seperti Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1988, untuk kawasan industri dan lain-lain kebijaksanaan pertanahan, juga faktor keamanan di daerah di luar bandar.
Untuk mengetahui secara lebih jelas, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai penerapan fungsi sosial hak atas tanah melalui pengadaan tanah secara normatif berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dengan tulisan ini diharapkan dapat diperoleh informasi yang cukup mengenai uraian dan teknis pelaksanaan pengadaan tanah sebagai wujud fungsi sosial hak atas tanah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait.