DPRD Bentuk Pansus Kaji Tarif Pajak Hiburan

Selasa, 11 Agustus 2015 21:49 WIB

Pangkalpinang (Antara Babel) – DPRD Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, membentuk Panitia Khusus guna mengkaji besaran tarif pajak hiburan yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian masyarakat di daerah itu.

“Pembentukan Pansus tersebut dikarenakan lesunya perekonomian di Bangka Belitung termasuk di Pangkalpinang yang telah memberikan pengaruh negatif pada sektor wisata atau hiburan kota ini,” ujar Wakil Ketua Pansus 7 DPRD Kota Pangkalpinang Rio Setyadi, Selasa.

Dia mengatakan pembentukan Pansus tersebut menyusul adanya perubahan atas dua perda yakni Perda Kota Pangkalpinang No. 11 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan dan Perda No. 7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Ia mengungkapkan, dalam pembahasan terhadap perubahan Perda No. 11 Tahun 2010 telah terjadi perdebatan yang cukup alot, karena menurutnya perubahan atas Perda tersebut di satu sisi ada dorongan untuk memberikan stimulus bagi meningkatnya investasi di Pangkalpinang dan di lain sisi ada keinginan melakukan proteksi pada masyrakat dan kaum muda di Kota Pangkalpinang terhadap ekses negatif dari tempat-tempat hiburan.

“Kami dari Pansus 7 berusaha agar dapat seobjektif mungkin dalam pembahasan perubahan perda ini,” katanya.

Dikatakannya, data yang telah mereka terima dan penerimaan sektor pajak memperlihatkan tren meningkat setiap tahunnya. Sehingga menurutnya harus dipertahankan bahkan jika perlu ditingkatkan.

“Dengan lesunya ekonomi yang ditandai dengan melemahnya daya beli masyarakat Pangkalpinang, penurunan tarif pajak hiburan ini dapat memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi investor di sektor wisata atau hiburan,” jelasnya.

Dia menyebutkan, pengawasan yang ketat dan menyeluruh tentu akan mereka laksanakan sebagai representasi dari masyarakat, jangan sampai keran yang dibuka terkait penyesuaian pajak hiburan justru memunculkan berbagai potensi penyakit masyarkat.

“Kami mengajak masyarakat Pangkalpinang untuk bersama-sama mengawai berjalannya tempat-tempat hiburan yang ada di Kota Pangkalpinang, sehingga harapan kita bersama agar target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat tercapai tanpa harus memposisikan masyarakat yang menjadi korban dari ekses negatif tempat-tempat huburan tersebut,” katanya.

Sumber berita: http://babel.antaranews.com/berita/25812/dprd-bentuk-pansus-kaji-tarif-pajak-hiburan

Catatan:

Pajak Hiburan merupakan salah satu jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:

  1. Pajak Hotel;
  2. Pajak Restoran
  3. Pajak Hiburan;
  4. Pajak Reklame;
  5. Pajak Penerangan Jalan;
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
  7. Pajak Parkir;
  8. Pajak Air Tanah;
  9. Pajak Sarang Burung Walet;
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.[i] Dalam Pasal 1 angka 25 UU PDRD, hiburan diartikan sebagai semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.[ii] Jenis hiburan yang dapat dikenai pajak hiburan adalah:[iii]

  1. tontonan film;
  2. pagelaran kesenian, music, tari, dan/atau busana;
  3. kontes kecantkan, binaraga, dan sejenisnya;
  4. pameran;
  5. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
  6. sirkus, acrobat, dan sulap;
  7. pemainan bilyar, golf, dan boling;
  8. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
  9. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
  10. pertandingan olahraga.

Penyelenggaraan jenis-jenis hiburan tersebut dapat dikecualikan dengan Peraturan Daerah.[iv]

Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan. Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Hiburan.[v]

Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan. Jumlah uang yang seharusnya diterima tersebut termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.[vi]

Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.[vii]

Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dengan dasar pengenaan pajak. Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Hiburan diselenggarakan.[viii]

 

[i]       Pasal 1 angka 24 UU PDRD.

[ii]       Pasal 42 ayat (1) UU PDRD.

[iii]      Pasal 42 ayat (2) UU PDRD.

[iv]      Pasal 42 ayat (3) UU PDRD.

[v]       Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) UU PDRD.

[vi]      Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU PDRD.

[vii]     Pasal 45 ayat (1) s.d. ayat (4) UU PDRD.

[viii]    Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU PDRD.